KPU Beberkan Gugatan Partai Prima Kandas di Bawaslu dan PTUN

Written by Administrator
Category:

Jakarta, detikcom - Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan Partai Prima pernah mengajukan gugatan terkait hasil verifikasi administrasi partai peserta pemilu ke Bawaslu dan PTUN Jakarta. Namun, gugatan itu ditolak oleh Bawaslu dan PTUN.
"Permohonan tersebut pernah diajukan di Bawaslu pada tanggal 20 Oktober 2022 dengan objek sengketa berupa berita acara hasil verifikasi administrasi persyaratan partai politik dalam peserta pemilu. Permohonan sengketa pemilu tersebut yang diajukan Partai Prima kepada Bawaslu, oleh Bawaslu ditolak melalui putusan Bawaslu," kata Hasyim dalam jumpa pers virtual, Kamis (2/3/2023).

"Dalam perkara tersebut PTUN menerbitkan atau mengeluarkan ketetapan dismissal yang pada pokoknya menyatakan PTUN Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut, yang dimaksud dismissal karena objeknya masih berita acara, sementara menurut ketentuan UU Pemilu yang dapat disengketakan itu kalau sudah terbit keputusan KPU yang bersifat final dan mengikat tentang penetapan partai politik peserta pemilu 2024 yang diterbitkan KPU pada 14 Desember 2022," tutur dia.

Setelah itu, Partai Prima juga disebut mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait keputusan KPU soal hasil verifikasi administrasi parpol peserta pemilu. Hasyim menyebut gugatan itu kemudian tidak diterima oleh PTUN Jakarta.

"Prima kemudian melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan sengketa proses pemilu ke PTUN Jakarta yang kemudian diputus oleh PTUN Jakarta pada 26 Desember 2022, terhadap perkara tersebut PTUN menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," jelasnya.

"Gugatan perbuatan melawan hukum diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Desember 2022 dengan objek gugatan dirugikannya Partai Prima oleh tindakan KPU saat proses verifikasi administrasi yang kemudian diputus oleh PN Jakarta Pusat yang pada pokoknya menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum serta dibebankan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 500 juta serta melaksanakan sisa tahapan pemilu 2 tahun 4 bulan 7 hari," jelasnya.

(lir/tor)

Ridwan Kamil Digugat Pengusaha gegara UMK Jabar 2023

Written by Administrator
Category:

Bandung, detikcom - Penetapan upah minimum (UM) 2023 di Jawa Barat rupanya berbuntut panjang. Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) resmi menggugat Gubernur Jabar Ridwan Kamil ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung supaya membatalkan pengesahan keputusan upah minimum di Jabar tahun ini.

Dilihat detikJabar dalam laman https://sipp.ptun-bandung.go.id, gugatan Apindo resmi teregistrasi di PTUN Bandung pada 21 Februari 2023. Pihak penggugat adalah DPP Apindo Jawa Barat dan pihak tergugat adalah Ridwan Kamil.
Pada petitumnya, Apindo meminta Ridwan Kamil membatalkan pemberlakuan Surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar No 561/Kep.752-Kesra/2022 tentang UMP 2023. Apindo meminta penetapan UMP didasarkan pada Kepgub No 561/Kep.717-Kesra/2021 tertanggal 20 November 2021 yang berpedoman terhadap PP 36 Tahun 2021 dengan skema penyesuaian kenaikan upah 6,65 persen.

Begitu juga dengan UMK 2023. Apindo meminta Ridwan Kamil membatalkan Kepgub terbaru dan memberlakukan skema upah untuk kabupaten/kota itu berdasarkan Kepgub No 561/Kep.732-Kesra/2021.

Kemudian, Apindo juga meminta Ridwan Kamil membatalkan Kepgub No 561/Kep.882-Kesra/2022 tentang Kenaikan Upah Bagi Pekerja/Buruh dengan Masa Kerja 1 Tahun atau Lebih Pada Perusahaan di Jawa Barat. Apindo menginginkan kepgub tersebut dibatalkan sampai adanya putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap atau Inkracht van Gewijsde.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial pada Disnakertrans Jabar Firman Desa membenarkan gugatan Apindo tersebut. Saat ini, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Biro Hukum Setda Jabar untuk menghadapi gugatan itu di pengadilan.

"Betul, baru kemarin kami dapat informasinya. Ada 3 gugatan yang masuk di PTUN, dan sekarang pastinya Pak Gubernur akan menyiapkan kuasa hukumnya untuk beracara di pengadilan," kata Firman saat dihubungi detikJabar.

Sekilas, Firman juga sudah menerima informasi mengenai materi ketiga gugatan yang dilayangkan Apindo Jabar. Intinya kata dia, pihak Apindo meminta penetapan upah minimum dilakukan berdasarkan PP 36 Tahun 2021 dan bukan melalui Permenaker 18 Tahun 2022.

"Jadi ini kaitannya tentang Permenaker 18 yang dipermasalahkan sama Apindo. Kalau kami dari sisi pemerintah, kami mengikuti apa yang diperintahkan pemerintah pusat. Kebijakan upah kan pengaturannya ada di Permenaker 18 Tahun 2022 dan diperkuat melalui Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," jelasnya.

"Kembali lagi itu hak mereka kalau mau menggugat dan memperjuangkan kepentingannya, kita siap-siap aja kalau ada gugatan. Sekarang masih proses dan mungkin aka nada mediasi dulu sebelum sidang. Kemarin kita diminta untuk memasukkan nama-nama siapa saja yang bakal menjadi kuasanya Pak Gubernur," pungkasnya.

(ral/mso)

Kronologi Kemenkeu Vs ICW hingga Sri Mulyani Banding ke PTUN

Written by Administrator
Category:

Jakarta, detikcom - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggugat lembaga anti korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Itu merupakan banding terkait hasil putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW terhadap Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Banding terdaftar dalam nomor perkara 47/G/KI/2023/PTUN.JKT pada 8 Februari 2023. Hal itu tercantum dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta.

Berikut Kronologinya:

1. ICW Minta Hasil Audit JKN tapi Tak Dikasih
ICW mengajukan permohonan informasi pada 15 Mei 2020 kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemenkeu. Adapun permohonan itu terkait hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan agar dapat diakses publik.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah tidak bisa memberikan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program JKN karena alasan tertentu.

"Berdasarkan UU tidak dapat memberikan informasi karena informasi yang diminta termasuk yang dikecualikan oleh UU 14 Tahun 2008 (tentang Keterbukaan Informasi Publik)," jelas Yustinus dalam keterangan tertulis, Jumat (10/2/2023).

Baca juga:
Anggaran Rp 412 M Termasuk Bansos Diblokir, Risma Surati Sri Mulyani
2. ICW Ajukan Keberatan ke KIP, Dikabulkan Sebagian
Merasa keinginannya tidak dipenuhi, ICW mengajukan keberatan ke KIP dan oleh KIP permohonan tersebut dikabulkan sebagian. MK menyampaikan bahwa informasi yang dimohon oleh ICW berupa laporan hasil pemeriksaan (hasil audit) terkait Program JKN BPJS Kesehatan dari tiga permohonan yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP pada 19 Juli dan 10 Desember 2018, serta 11 Februari 2019 secara lengkap dan terperinci merupakan Informasi publik yang dapat diakses oleh Pemohon Informasi Publik

3. Sri Mulyani Ajukan Banding
Sri Mulyani mengajukan banding ke PTUN Jakarta atas putusan KIP. Dalam gugatan, Bendahara Negara itu mengajukan beberapa permintaan ke pengadilan.

"ICW mengajukan keberatan ke KIP dan oleh KIP permohonan tersebut dikabulkan sebagian. Dengan demikian Kemenkeu mengajukan gugatan atas Putusan KIP dimaksud," kata Yustinus.

Pertama, menerima permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan dahulu Termohon Informasi. Kedua, menerima alasan-alasan keberatan dari Pemohon Keberatan dahulu Termohon Informasi yang disampaikan untuk seluruhnya. Ketiga, menyatakan batal Putusan Ajudikasi KIP Nomor 016/VII/KIP-PS/2020 tertanggal 16 Januari 2023.

"Membebankan seluruh biaya perkara kepada Termohon Keberatan dahulu Pemohon Informasi," bunyi petitum dalam gugatan tersebut.

Selanjutnya substansi gugatan disebut akan disampaikan pada saat sidang berlangsung. "Kemenkeu senantiasa mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, akan mengikuti seluruh proses persidangan, memberikan penjelasan, argumen, dan bukti yang dimiliki dan menerima apapun putusan pengadilan," ucap Yustinus.

(aid/ara)